PRANI


Dharma wacana Pura Buana Agung Bontang, 16 Pebruari 2007

OM AWIGNAMASTU NAMO SIDHAM OM ANOBADRAH KRATAWO YANTU WISWATAH

Prani dalam kamus sansekerta artinya hidup. Kekuatan hidup (badan) ini bersumber dari makanan. Tidak akan ada badan jika tidak ada makanan (lihat pengantar Sarasamuscaya). Lebih dalam lagi menghaturkan prani artinya mempersembahkan hidup ini kepada Sang Hyang Widdhi. Dengan mempersembahkan hidup ini kepada Sang Hyang Widdhi kita akan memperoleh kekuatan hidup. Prani terbuat dari makanan, karena makanan memberikan kekuatan bagi segenap mahluk. Makanan yang disajikan adalah makanan yang bersumber dari ketulusan hati sebagai wujud rasa bakti, disajikan ditempat khusus untuk persembahan. Mengenai cara menyajikan diserahkan kepada umat untuk mempersembahkan yang terbaik. Bahan prani dapat terdiri dari:

1. Sarwa tumuwuh misalnya nasi dan sayuran

2. Sarwa metaluh misalnya ayam dan telornya

3. Sarwa lekad (yang beranak) misalnya babi, menjangan, dsb.

Jika ingin melengkapi maka hendaknya ditambah bumbu yang mengandung sad rasa sebagai inti sari panca maha bhuta (manis, asam, asin, pait, sepet, pedas). Setelah disajikan diatasnya ditaruh canang. Maknanya adalah melalui persembahan prani memohon kekuatan hidup, agar dapat menjalani hidup ini dengan kebijaksanaan (wiweka jnana).

Hidup ini tidak akan berharga jika tidak diterangi oleh wiweka janana. Persembahan prani pada umumnya saat piodalan (Nyejer) atau saat pembangunan dengan harapan kita diberikan kekuatan, tahan godaan dan senantiasa bijaksana sehingga mampu menyelesaikan pembangunan dengan hasil yang baik sesuai harapan kita bersama. Untuk mempersembahkan prani tidak harus pemangku semua umat boleh menghaturkan dengan mengunakan berbagai bahasa (boleh bahasa Bali, Jawa, Bugis, Inggris, Jepang, hati dsb) yang intinya bermaksud mempersembahkan prani dengan harapan Hyang Widdhi memberikan anugrah bagi diri kita, keluarga, dan semua orang yang terlibat dalam pembangunan, berupa kekuatan hidup, tahan godaan dan senantiasa bijaksana. Caranya adalah diperciki tirta atau air yang dimohon untuk menyucikan

(OM Bhatara Wisnu Titiang Nunas Tirta Pengelukatan Pebersihan). Setelah disucikan lalu disampaikan maksunya dengan bahasa sendiri. Atau dengan mantra :

Om Bhuktiantu sarwata dewa, Bhuktiantu tri lokanam, Saganah sapari warah, sawarga sadasi dasah, Om Dewa boktre laksana ya namah, Om Dewa trepti laksana ya namah, Om Treptia parameswara ya namah swaha.

Mengenai waktu persembahan prani untuk piodalan adalah saat Nyejer, sedangkan untuk pembangunan setelah memasak atau disesuaikan dengan kesempatan dan kemampuan warga. OM SANTIH, SANTIH, SANTIH OM

TEPUNG TAWAR UNTUK PARA PEMIMPIN BANGSA


PEMIMPIN JUGA MANUSIA, KADANG TERLINTAS PIKIRAN DUSTA, KATA TAK BIJAK, PRILAKU NISTA. “TEPUNG TAWAR” MUNGKINKAH BISA MENJADI OBAT PENYAKIT BAGI MEREKA?

Om Awignamastu Namasiddham,

Begitu banyak masalah yang dihadapi akibat pelanggaran-pelanggaran dalam pesta demokrasi “contreng” 2009, seakan mencoreng wajah demokrasi di negri ini. Kecurangan yang terjadi menandakan bahwa bagsa ini lupa akan kejujurannya, lupa akan dasar Negara pancasila, atau bahkan lupa “Ketuhanan Yang Maha Esa”, dimana sebagaian tokoh yang terjun dalam dunia politik tidak malu lagi akan dosa dari kebohongan-kebohongan, yang bahkan mengatasnamakan Tuhan. Semoga tepung tawar bias mengingatkan para pemimpin yang hanya memperjuangkan nasibnya sendiri.

Tepung tawar merupakan salah satu sarana upacara dalam Agama Hindu yang berfungsi sebagai pembersih. Penggunaan tepung tawar dalam suatu upakara merupakan sebuah keharusan baik dalam manusa yadnya, dewa yadnya, bhuta yadnya, Rsi Yadnya maupun pitra yadnya. Karena demikian pentingnya unsur tepung tawar ini dalam setiap upacara keagamaan Hindu, maka Tradisi matepung (bertepung) tawar sejak zaman dahulu telah menjadi tradisi Nusantara yang berlangsung bahkan mungkin sebelum kedatangan Hindu di Nusantara.

Hal ini terbukti dengan masih lestarinya upacara tepung tawar ini diberbagai daerah seperti Aceh, Medan, Riau, Lampung, Kalimatan, Nusa Tenggara apalagi Bali. Secara umum mereka melaksanakan adat tepung tawar ini untuk perkawinan maupun ada bencana. Bahkan di Nusa Tenggara upacara tepung tawar digunakan untuk mendamaikan dua desa yang sedang berselisih. Di Bali tepung tawar menjadi salah satu komponen dalam upacara agama Hindu, bahkan hingga saat ini seluruh umat Hindu menggunakan tepung tawar terutama dalam banten untuk panca yadnya. Jika dilihat dari bahan tepung tawar ditiap-tiap daerah umumnya berbeda-beda, namun tujuannya sama yaitu berfungsi sebagai pembersih dan menolak bala. Bahan tepung tawar ada yang manggunakan beras dicampur kunyit, dedaunan seperti sirih, jeruk, dan sebagainya.

Dalam upacara agama Hindu Bahan tepung tawar adalah berupa beras yang direndam dtumbuk halus bersama daun dadab. Pada umumnya tepung tawar ini ditempatkan pada pesucian atau penyeneng, bersama dengan segau, kekosok, sesarik dan benang tukelan (benang dari kapas asli). Jika dilihat semua bahan itu berfungsi sebagai pembersih. Hal ini jelas tersirat pula dalam mantra dari tepung tawar:

“Om Sajnya asta sastra,empu sarining tepung tawar amunahaken, segau agluaraken sebel kandel lara roga baktan-Mu”.

Artinya kurang lebih:

“ Om Hyang Widdhi dengan kuasa delapan kekuatan-Mu, tepung tawar memusnahkan abu nasi (segau), mengeluarkan kotoran yang lekat, kedukaan dan penyakit para penyembah-Mu”.

Dalam uraian tersebut jelas bahwa daun dadap mengandung asta sastra yang disamakan dengan asta aiswarya yang dapat melenyapkan:

1. Sebel Kandel atau kotoran yang melekat dalam diri manusia. mengacu pada Keputusan Seminar Kesatuan Tafsir Terhadap Aspek-aspek agama Hindu yang disyahkan PHDI adalah: Suatu keadaan tidak suci menurut pandangan Agama Hindu yang disebabkan karena: kematian, menstruasi, melahirkan anak, keguguran kandungan, pawiwahan/ perkawinan, gamia-gamana, salah timpal, hamil diluar nikah, berzina, bayi lahir di mana ayah-ibunya belum/ tidak menikah, sakit gede (lepra, aids).

Di samping itu dalam ajaran Agama Hindu disebutkan ada sepuluh kotoran yang lekat pada diri manusia yang hendaknya selalu dibersihkan, antara lain:

Tandri (malas), kleda (suka menunda-nunda), teja (pikiran gelap), kulina (sombong,suka menghina/ menyakiti hati orang), kuhaka (keras kepala), metraya (sombong dan berbohong/ melebih-lebihkan), megata (kejam), ragastri (suka berzina), bhaksa bhuwana (suka membuat orang lain melarat), & kimburu (senang menipu)

Selain Dasa Mala juga ada Tri Mala yaitu tiga macam kotoran dan kebatilan jiwa manusia akibat pengaruh negatif dan nafsu yang sering tidak dapat terkendalikan dan sangat bertentangan dengan etika kesusilaan. Antara lain: Mithya hrdya (berperasaan dan berpikiran buruk), Mithya wacana (berkata sombong, angkuh, tidak menepati janji), Mithya laksana (berbuat yang curang / culas / licik /merugikan orang lain)

2. Lara yaitu kedukaan atau kesedihan yang dialami setiap orang, atau dapat pula dikatakan penderitaan, yang dialami dalah kehidupan ini seperti yang disebutkan dalam Wrhaspatti Tattwa sebagai berikut:

Nihan tang adhyatmika siddhi ngaranya,
ika wang humilangaken ikang duhka telu,
ndya ta yang duhka telu ngaran, adhyatmika duhka,
adhibhautika duhka, adhidaivika duhka.
(Wrhaspatti Tattwa, 33)

Artinya:

Inilah yang disebut adhyatmika sidhi Orang yang dapat menghilangkan tiga sumber derita (penyakit). Tiga sumber derita itu adalah adhyatmika duhka (derita yang penyebabnya berasal dari dalam diri), adhibhautika duhka (derita yang penyebabnya berasal dari luar diri), adhidaivika duhka (derita yang penyebabnya berasal dari karma pada penjelmaan di masa-masa lampau).

3. Roga, penyakit yang diderita yang biasa terjadi bila keseimbangan dan keharmonisan dari ketiga unsur tri dosha terganggu, yang menyebabkan fungsi dari sistem yang ada di dalam tubuh akan terganggu. Keadaan inilah yang menyebabkan timbul suatu vyadhi (penyakit) dan keadaan yang demikian disebut roga (sakit).

Menurut Ayurveda, prinsip utama dalam menjaga keseimbangan unsur tri dosha agar tubuh tetap svasthya atau sehat ada tiga hal pokok atau upasthamba yang harus dilakukan, yaitu:

· Ahara, melakukan diet seimbang. Makan dan minum sesuai kebutuhan, baik dalam kuantitas maupun kualitas. Bila keadaan dilanggar, maka keseimbangan ketiga unsur tri dosha akan terganggu dan akan mengakibatkan sistem jaringan ubuh terpengaruh, kekebalan tubuh tidak seimbang akhirnya tubuh menjadi sakit.

· Nidra, tidur nyenyak. Dalam sehari sebaiknya tidur kurang lebih selama sepertiga hari. Dengan tidur nyenyak sistem jaringan tubuh dapat mengadakan pemulihan, sehingga badan menjadi segar setelah jaga. Bila kurang tidur mmaka unsur pitta akan meningkat, yang menyebabkan gangguan terhadap keseimbangan tri dosha dalam tubuh, yang mengakibatkan fungsi sistem jaringan tidak optimal, akhirnya tubuh menjadi sakit.

· Vihar, prilaku, gaya hidup yang alami. Maksudnya gaya hidup yang tidak alami ini adalah merokok berlebihan, minum alkhohol hingga mabuk, sering bergadang semalamann, sering berkelahi, sedih berlarut-larut, melakukan senggama berlebihan dapat mengganggu sistem kekebalan tubuh, sehingga kuman penyakit gampang masuk ke dalam tubuh.

Mengapa daun dadap dipilih sebagai bahan tepung tawar? Daun dadap adalah sejenis tanaman atau tumbuhan berupa pohon. Batang ada yang berduri dan ada yang halus. Daun tiga bersatu dan berbentuk belah ketupat. Secara tradisional daun dadap berguna untuk mengobati beberapa penyakit Bagian yang Digunakan Daun dan kulit kayu. Nama Latin Erythrinae Folium; nama local Daun Dadap Serep. Daun dadap memiliki kegunaan mengatasi demam, pelancar ASI, sariawan perut, mencegah keguguran (obat luar), nifas (obat luar), perdarahan bagian dalam (obat luar), sakit perut (obat luar). Kulit kayuberguna untuk : Batuk, Sariawan perut.

Daun dadap disebut juga kayu sakti, hal ini mungkin sekali terkait karena kegunaannya. Disamping itu ada cerita tantric yang berkembang yaitu tentang ikan gabus yang melakukan tapa dibawah pohon dadap. Karena ketekunannya akhirnya permohonannya dikabulkan oleh Hyang Widdhi. Maka segeralah ikan gabus ini menjelma menjadi seekor trenggiling yang hidupnya didarat. Jika dikupas secara seksama maka ada tiga komponen penting dalam cerita tadi yaitu telaga atau kolam, ikan gabus, pohon dadap, dan klesih atau trenggiling.

Telaga adalah lambang dunia ini, ikan gabus mewakili sifat rajas dan tamas, dimana kita ketahui bersama bahwa ikan gabus sangat rakus makannya, karena itu ia tergolong predator. Pohon dadab tempatnya bertapa mengandung makna hati-hati atau waspada, artinya waspada terhadap sifat-sifat buas dan selalu eling. Klesih adalah gambaran manusia yang telah mencapai pencerahan, ia tidak lagi rakus seperti ikan gabus, kemanapun pergi selalu meninggalkan suara atau pesan dharma. Apabila ada bahaya ia menggulung badannya sendiri seperti bola, hal ini bermakna introspeksi diri atau melakukan koreksi kedalam diri. Sedangkan istilah tepung tawar bermakna bahwa segala yang bersifat negative, hanya bisa ditawarkan atau dinetralkan, bukan dihapuskan. Baik dan buruk merupakan bagian yang tak terpisahkan dalam kehidupan ini, namun sebagai manusia kita bisa merubah sifat buruk kita menjadi lebih baik. Tepung sendiri berasal dari buah padi, padi lambang Dewi Sri, dewi kemakmuran , buah itu Phala, jadi harus ada niat menjaga agar alam ini selalu lestari kesuburannya, membawa kemamkmuran bagi setiap insan.

Hal ini tentu merupakan tugas yang cukup berat bagi kita agar mampu melayani Tuhan dengan melayani umatn-Nya (Madawa sewa Manawa Sewa) Dengan demikian maka yang diharapkan dari upacara tepung tawar itu adalah meruwat, mengubah dari sifat yang kurang baik menjadi lebih baik. Inilah yang harus selalu diusahakan oleh setiap orang agar selama hidupnya didunia ini selalu mengalami perubahan kearah kemajuan, baik dalam urusan dunia maupun dalam urusan rohani, atau gelar urip dan gelar patinya hendaknya seimbang. Terlebih lagi para pemimpin kita yang saat ini tengah sibuk memperjuangkan nasibnya agar bila melenggang ke kursi legislative, atau bahkan menjadi orang nomor satu di Indonesia. Jika para pemimpin menghayati dan meresapi bahkan mengambil hikmah dari filosofis tepung tawar dalam kehidupan ini, niscaya akan menjadi pemimpin yang sehat lahir batin menuju mokshartam jagadhita, bukan hanya bagi dirinya tetapi bagi bangsa yang rindu akan pemimpin yang membawa kemakmuran bagi negri ini.

Om Santih, santih, santih Om

Saraswati Puja Dan Masyarakat Modern


Bandhu & Molik

Mimbar TVRI Kalimantan Timur

I Gede Adnyana, S.Ag

Tanggal 18 nJuli 2009

Pada tanggal 1 Agustus 2009 nanti kita merayakan hari suci Saraswati, yang merupakan hari turunnya ilmu pengetahuan suci Weda. Hari yang amat penting untuk direnungkan bagi umat Hindu.

1. Mohon dijelaskan apa yang dimaksud dengan Saraswati Dyanam!

Ada dua kata yang perlu kita cermati:

a. Saraswati terdiri dari saras yang artinya mengalir dan wati yang menunjukkan kepemilikkan. Jadi saraswati artinya yang memilki sifat mengalir. Dalam hal ini da dua yang memilki sifat mengalir yaitu air dan Ilmu pengetahuan.

b. Dyanam adalah bagian dari Astangga Yoga atau delapan fase atau tahapan Yoga yaitu: Yama, Niyama, asana, pranayama, pratyahara, dharana, dhyana, dan Samadhi. Dyana artinya posisi pikiran yang kokoh yang tak tergoyahkan oleh pengaruh indriya-indriya.

c. Saraswati Dhyanam memiliki makna mengalirkan pengetahuan untuk memperkokoh pikiran agar tak terguncangkan oleh pengaruh indriya-indriya.

2. Tadi dijelaskan bahwa pengetahuan itu memperkokoh pikiran. Bagaimanakah korelasi antara pengetahuan dan kokohnya pikiran itu!

Pengetahuan didunia ini dikelompokkan menjadi 2 yaitu:

a. Para Widya adalah pengetahuan rohani atau pengetahuan agama yang amat berguna sebagai tuntunan hidup guna mencapai tujuan hidup manusia yang hakiki.

b. Apara widya adalah pengetahuan duniawi yang amat berguna bagi umat manusia untuk betahan hidup didunia ini.

Keseimbanngan keduanya merupakan kunci kokohnya pikiran guna mencapai hidup bahagia di dunia ini maupun secara niskala/ akhirat. Kedua pengatahuan ini sering disebut dengan gelar pati dan gelar urip.

3. Bagaimana cara memperoleh pengetahuan baik para widya dan apara widya dalam ajaran agama Hindu!

Pengetahuan bisa diperoleh dengan tiga cara yaitu :

a. Pratyaksa dengan pengamatan langsung.

b. Anumana yaitu dengan menganalisa kejadian atau fenomena yang ada.

c. Agama yaitu melalui buku-buku dan guru-guru

Agar mampu menampung pengetahuan maka pikiran harus dikosongkan terlebih dahulu. Ibarat cangkir yang penuh maka tak mungkin diisi lagi, jika tidak dikosongkan.

4. Pengosongan pikiran tidaklah mudah, apalagi pikiran itu amat sulit dikendalikan, bagaimana harus memulai pengosongan pikiran!

a. Kita harus disadari bahwa pikiran terdiri dari Noda-noda batin. Lima Noda batin yang merupakan sumber penderitaan adalah:

1. Avidya — kebodohan batiniah: memandang kekal yang tak-kekal, murni yang tak murni;

2. Asmita — egoisme;

3. Raga —keterikatan atau kecintaan;

4. Dvesha —ke-engganan, penolakan atau kebenciaan; dan

5. Abhinivesha —keterikatan yang kuat pada kehidupan rendah, yang menimbulkan ketakutan yang amat sangat pada kematian.

b. Setelah mengetahui noda pikiran lakukan Pranayama, Kirtan dan Japa. Pada mereka Raga dan Dvesha mulai menipis; kondisi inilah yang dinamakan Tanu Avastha.

c. Mulailah dari keluarga kecil terlebih dahulu, jangan berharap instan mendapatkan hasil dari pranayama, kirtan dan japa.

5. Ketika pengetahuan itu mengalir dalam diri seseorang, apa yang akan diperoleh sebagai imbalan?

Kitab Manawa Dharma Sastra V. 109 menyatakan sebagai berikut:

adbhirgatrani suddhyanti

manah satyena suddhyati

vidyatapobhyam bhutãtma

buddhir jnanena suddhyati

Terjemahan

tubuh dibersihkan dengan air,

pikiran disucikan dengan kebenaran,

jiwa manusia dengan pelajaran suci dan tapa brata,

kecerdasan dengan pengetahuan yang benar.

6. Adakah hubungan antara saraswati Dhyanam dengan Simbol-simbol atribut Dewi Saraswati?

a. Dengan Saraswati Dhyanam kita diajak merenungkan secara mendalam dalam diri kita yang sejati dengan keheningan. Jika perayaan tahun baru saka kita diajak berhenti berkatifitas secara total, maka pada saat Sarawati kita ajak untuk melakukan bratha Sarasawati, yaitu tidak membaca minimal selama setengah hari dari pagi sampai tengah hari. Waktu ini dimanfaatkan untuk merenung seberapa dalam, seberapa kuat kita meraih pengetahuan sebagai pencerahan.

b. Tanyakan pada diri kita apakah kita sudah bijaksana dalam mengarungi kehidupan ini laksana angsa? Apakah kita terus belajar agar lebih baik laksana genitri? Apakah kita berusaha meraih kesucian hidup laksana teratai? Apakah kita telah menekan sifat ego kita laksana merak? Apakah kita mengamalkan ajaran pengetahuan yang kita peroleh laksana keropak? Apakah telah membuat diri kita berguna dan menrik bagi kehidupan ini laksana dewi yang cantik?

7. Dalam perayaan Saraswati nanti apakah yang harus umat Hindu lakukan guna mencapai kedamaian hidup.

a. Saraswati hendaknya dimaknai sebagai hari pencerahan terhadap gelapnya pikiran manusia yang dibungkus awidya. Pencerahan tidak bias ditunggu tapi diraih dengan jalan yang jumlahnya empat atau catur marga: Bhakti, Karma, Jnana & raja marga.

b. Melakukan Saraswati Dyanam atau selalu bermeditasi pada Saraswati. Hal ini dapat dilakukan baiknya pada pagi hari pada saat saraswati Hingga Minggu paing Sinta pada saat Banyu pinaruh.

c. Hargai dan carilah terus pengetahuan itu guna meningkatkan kwalitas hidup dan kehidupan. Hidup yang berkwalitas adalah hidup yang bijaksana. Kebijaksanaan mendatangkan kedamaian yang didambakan setiap insan

Lanjutkan membaca “Saraswati Puja Dan Masyarakat Modern”

Berburu Permata di Kaki Sang Dewi Saraswati


Oleh : I Gede Adnyana (Alumnus Fak. Ilmu Agama Universitas Hindu Indonesia Denpasar) Om Awignamastu Om Brahma Putri Mahadewi Ledang Hyang Ibu malingga Maring Padma Hredayan Ingsun Lugra yang Ingsung ngastawa Ngawacen nyakalayang sastra maka sadhana ning lepas luput saking kali sanghara setata eling ring diri Petikan bait kidung Saraswati (reng rejani) karya Drs. I Wayan Sukayasa (dosen sastra Jawa Kuno Universitas Hindu Indonesia) di atas memang belum begitu memasyarakat. Namun yang paling penting dan kidung di atas adalah nilai religius yang terkandung di dalamnya, yang tidak lain adalah berupa pujian sekaligus permohonan pada Sang Hyang Aji Saraswati. Pujian tentang keagungan ilmu pengetahuan yang tercetus dan rasa bhakti yang mendalam yang tertuang dalam nyanyian disertai permohonan. Karya sastra kidung adalah salah satu warisan yang sangat berperan dalam menanamkan nilai-nilai keagamaan, yang hingga dewasa ini masih populer dalam masyarakat Hindu di Bali. Dewi Saraswati, Sang penguasa Ilmu Pengetahuan memang senantiasa menjadi sumber inspirasi bagi para kawi dan waktu ke waktu. Setiap orang berusaha menyanjung dan memuja keagungan-Nya terutama melalui karya sastra, baik Kekawin, Kidung, Palawakya dan bentuk-bentuk karya sastera lainnya. Tak ketinggalan para seniman, pemahat maupun pelukis berusaha memberikan wujud yang seindah mungkin melalui karya-karyanya. Apakah yang dicari dan diperoleh dari pemujaan pada Sang Dewi? Permata Sejati Anugrah Sang Dewi Saraswati Semenjak mariusia mengenal tulisan, berbagai karya sastra ber munculan. Pada urnumnya karya-karya sastra tersebut menguraikan tentang sesuatu yang Agung, yang bersumber dan sistem relegi atau kepercayaan. Dalam Agama Hindu Dewi Saraswati lah yang dipercayai sebagai Dewi yang menurunkan ilmu Pengetahuan. Karena itulah umat Hindu memuja-Nya dengan harapan akan mendapatkan anugerah berupa kecerdasan ataukepandaian dan kecemerlangan pikiran yang dapat menuntun seseorang dalam meningkat.kan kehidupannya. Di Bali, umat Hindu memuja Dewi Saraswati sebagai ”Dewaning Sastera”, karena itu pada setiap Hari Saraswati atau Saniscara Umanis wuku Watugunung lontar-lontar atau kitab-kitab ditata, dibersihkan dan dihaturkan upakara sebagai wujud bhakti pada penguasa ilmu pengetahuan. Ritual ini membuktikan betapa besar perhatian umat Hindu pada ilmu pengetahuan. Ilmu pengetahuan itulah sesungguhnya yang merupakan permata sejati anugrah Sang Dewi Saraswati, dan bukanlah batu permata yang banyak diperebutkan orang sebagai hiasan. Dalam Mahanirwana Tantra dikatakan bahwa hanya orang bodohlah yang menganggap batu-batu indah sebagai permata. Sementara tentang keunggulan Ilmu pengetahuan dalam Parwa Tantri Kamandaka menyebutkan : ”……..wenang ika makadona wisudhina brahmana pitwi. Mwang ikang kawijayan sang Prabu (Dapat dijadikan sarana untuk mewisuda seorang brahmana sekalipun, juga untuk keberhasilan seorang raja). Sebagaimana diketahui karya sastra Tantri merupakan sebuah karya sastra yang sangat populer dalam masyarakat Hindu di Bali, karena itu dalam lingkungan “pesantian” dikenal istilah “Nantri”. Dalam Kidung Tantri disebutkan pula bahwa isi dan Tantri adalah ajaran Tantra dan Niti sastra. Dua ajaran pokok inilah yang merupakan permata dalam Cerita Tantri, yang hanya dapat diperoleh jika seseorang berusaha menyelam dan terus mencarinya dalam lautan Sastra. Ilmu pengetahuan jauh lebih indah dari permata manapun. Seperti yang diuraikan dalam kutipan kidung Saraswati di atas bahwa karya sastera merupakan sadhana untuk mencapai kelepasan” atau moksa. Hal senada dapat dilihat dalam lontar Wrhaspati Tattwa sebagai berikut: ”Ikang kinahan dening samyajnana, sira ta rasika lewih, apan sira umangguhaken kamoksan, tan pangjanma muwah, kinahan dening Cadusakti, ya ta sinangguh teka ring janmawasana ngaranya, unulih ring siwapada, Cetana nira satmaka lawan Bhatara”. (Orang yang memiliki pengetahuan yang benar sangat utama, karena ia mencapai moksa, tidak menjelma kembali, dan mendapat empat kekuatan. Ia disebut Janmavasana, sampai pada akhir kelahiran. Ia kembali ke alam Siwa. Kesadarannya menyatu dalam Tuhan). Demikianlah Wrhaspati-Tattwa menguraikan tentang buah dan Jnana atau pengetahuan yang merupakan Sadhana dalam meiicapai kebahagiaan abadi. Terbebas dan belenggu kelahiran yang berulang kali sungguh merupakan satu kebahagiaan yang amat sulit diperoleh. Hanya pada orang yang “Amuter Tutur” atau memutar kesadaran sajalah Sang Dewi memberi anugrah permata sejati. Karya Sastra : “Jembatan Menuju Tutur” “Tutur” yang dalam bahasajawa kuno berarti “kesadaran”, inilah yang senantiasa diulas dalam berbagai karya sastra jawa kuno. Sebuah kesadaran akan adanya sesuatu yang merupakan hakikat tertinggi. Apakah hakikat tertinggi itu? Whraspati-Tattwa maupun Tattwa Jnana menguraikan bahwa hakikat tertinggi adalah Cetana dan Acetana atau kesadaran dan ketidaksadaran. Cetana bersifat hening terang penuh dengan kesadaran sedangkan Acetana adalah gelap, tidak tahu dan tanpa kesadaran. Pertemuan Cetana dan Acetana inilah yang menyebabkan adanya ciptaan. Bertemunya Cetana dan Acetana menyebabkan menurunnya kesadaran Siwa dan termanifestasikan menjadi Dewa, Manusia, Hewan dan tumbuh-tumbuhan serta segala yang ada termasuk bumi dan alam semesta. Adanya perbedaan diantara segala yang ada, adalah sebagai akibat dari komposisi yang berbeda dari Triguna yang muncul dari Pradanatattwa, yang berasal dari Acetana. Inilah bibit badan Jasmani, yang nantinya membungkus kesadaran atma sehingga penampakannya berbeda, “Sarwam Khalu Idham Brahman“, segalanya serba Tuhan. Untuk mengetahui hakikat yang tertinggi sungguh sangat sulit, dan mustahil jika tanpa anugrah Yang Maha Kuasa. Ilmu pengetahuan kerohanian dapat melebur dosa seseorang dan membebaskan ia dari belenggu kelahiran yang berulang kali hanya jika dengan ilmu pengetahuan itu seseorang menemukan kesadaran sejati. Dalam Wrhaspati Tattwa disebutkan “Yan Matutur Ikang atma ni jatinia” (Jika sang Atma sadar akan jati dirinya). Sastra dapat menjadi jembatan dan kegelapan atau ketidaksadaran menuju pada kesadaran. Kesadaran bahwa segalanya adalah Brahman, bahwa “Aku” adalah “Aku”. Jika diibaratkan bagai seorang bintang Film yang memainkan banyak peran tetapi sekaligus sebagai sang sutradara. Disaat harus bermain maka ia akan berusaha menjadi pemain yang baik namun ia tidak larut dalam permainan itu karena setiap saat ia dapat menarik pikirannya menuju pada kesadaran. Atau dapat pula diibaratkan bagaikan Sang Dalang dan Wayang. Wayang akan hidup jika sang dalang membutuhkan tokoh tersebut untuk melengkapi cerita. Tetapi begitu sang wayang selesai dalam tugasnya maka ia akan dikembalikan pada tempatnya. Karena itulah sesungguhnya antara pencipta dan ciptaan adalah satu kesatuan yang utuh. “Tutur” adalah adanya kesadaran bahwa sang atma adalah juga Brahman. Dalam tingkat ini seseorang telah memperoleh kesadaran bahwa bekerja itu adalah merupakan suatu kewajiban demi untuk pekerjaan itu sendiri. Seorang tukang jagal yang menyadari bahwa dirinya hanyalah seorang penjagal akan lebih berarti daripada seorang Pendeta atau Brahmana yang masih mengharapkan hasil dari perbuatannya. Karena itu keadaan moksa itu dapat dicapai oleh setiap orang dan golongan manapun. Setiap umat Hindu tidak perlu berlomba-lomba menjadi seorang Brahmana atau menunjukkan diri sebagai wangsa yang lebih tinggi di antara wangsa lainnya. Karena hadirnya moksa itu tidak pernah memilih orang-orang yang berstatus tinggi. Moksa akan dapat dicapai jika seseorang memiliki kesadaran yang tinggi. Jika catur warna itu diibaratkan sebagai satu sosok manusia maka tidak ada yang tidak berguna. Kepala yang tanpa anggota badan bagaimana ia akan ,berbuat sesuatu, demikian pula sebaliknya Karena itu kesadaran akan kewajiban sebagai manusia yang merupakan dharma itu menjadikan seseorang pemain sepak bola maka nikmatilah pekerjaan anda, jika anda menjadi seorang pedagang jadilah pedagang yang baik dengan menerapkan prinsip-prinsip dan hukum ekonomi, jika anda menjadi prajurit maka jadilah prajurit yang gagah berani, jadilah diri anda sendiri maka dengan demikian anda akan menemukan kebahagiaan. Demikian besar karunia Sang Dewi Saraswati yang memberikan anugrah permata sejati bagi orang yang “Jagra” atau berusaha tanpa lelah bersujud di kakinya menggali ilmu pengetahuan melalui sastera, Jika rasa bhakti itu telah demikian mendalam maka yakinlah permata kesadaran itu akan datang dengan sendirinya. Bagai memisahkan kandungan garam dalam air laut. Panaskanlah air yang merupakan selubung kegelapan dengan api dari ilmu pengetahuan rohani hingga kristal garam yang merupakan kesadaran sang atma itu muncul. Dan setelah anda memilikinya mungkin tidak pernah terbersit dalam pikiran anda untuk kembali ke Weda, karena semangat dan Weda itu sesungguhnya akan anda sadari telah benar-benar tertuang dalam ajaran Hindu yang ada di Bali. Bagaimana mungkin anda akan kembali jika tidak pernah pergi ? Om Saraswati Namo stute.•WHD No. 426 Agustus 2002.

“Berikan ruang untuk Dewi Saraswati di Hatimu”


Oleh: I Gede Adnyana, S.Ag

Kavyam vyakarana tarkam

Veda sastra puranakam

Kalpa siddhini tantrani

Twat prasadat samarabet

Syair-syair yang indah (Kavya), ilmu tata bahasa (vyakarana), puncak dari ajaran yoga (Tarka),  Pengtahuan suci (Veda), dharma sastra, ilmu tentang upacara (kalpa), dan Tantra sastra yang utama semua bersumber pada-Mu.

Pada tanggal 27 Pebruari 2010, bertepatan dengan hari Saraswati dan piodalan Pura Buana Agung Bontang, muda-mudi dharma yowana yang sebagian besar adalah siswa SD, SMP, dan SMA di Kota Bontang mengadakan malam sastra. Acara diawali dengan persembahyangan tepat pk. 12.00, meditasi dan Saraswati Gayatri smaranam. Dalam kesempatan ini ketua muda-mudi I Komang Gede Dharma Astria Puja memberikan Dharma Wacana tentang Saraswati. Acara dilanjutkan dengan pemaparan diskusi oleh penulis, namun karena waktu telah larut dan peserta yang hadir juga minim  (siswa SMA sebagian besar tidak hadir), banyak pesan yang tak tersampaikan dengan baik. Diskusi kemudian diselingi dengan kuis Bhagawad Gita dan menyaksikan tayangan Mahabharata. Inti yang ingin disampaikan penulis adalah “Berikan ruang untuk Dewi Saraswati di Hatimu”. Melalui tulisan ini penulis mengajak para pemuda meresapi makna saraswati yang lebih mendalam.

Arca Dewi Sraswati di Pura Buana Agung Bontang

A. ARCA SARASWATI DI PURA BUANA AGUNG BONTANG

Pura Buana Agung Kota Bontang adalah satu-satunya Pura di Kalimantan Timur dengan Ista Dewata Dewi Saraswati.  Arca Perunggu dengan tinggi sekitar 35 cm ini merupakan peninggalan masa lalu sebagai bukti kebesaran Hindu, batapa Hindu mengedepankan ilmu pengetahuan. Sejak  arca ini ditemukan disebuah kolam dekat lokasi pura pada tahun 2002 piodalan yang semula jatuh setiap purnama ka-dasa dipindah menjadi setiap hari Saraswati.  Di samping arca juga ditemukan  peninggalann lain berupa keramik berwarna hijau yang ditemukan tepat pada tumpek wariga, yang diperkirakan tempat permandian arca Dewi Saraswati, dan tiga mangkok lainnya pada tumpek landep (tembaga atau merah, keramik putih dan abu-abu) yang saat ini di fungsikan  sebagai sarana permohonan tirta.

Beberapa tokoh umat Hindu yang pernah hadir di Bontang seperti Ida Pedanda Gede Tarukan Manuaba , Bapak Wagiyo, Bapak Nyoman Astawa, Romo Jati, Bapak Nengah Dana, Ngakan Putu Putra, Ida Pandita Dukuh Acarya Daksa, mengungkapkan arca ini memancarkan  fibarasi yang cukup kuat. Bahkan Bapak Wagiyo ketika menerawang secara spiritual tidak sanggup menatap cahaya yang begitu kuat dan terang dari arca ini.

Ketika Gedong Saraswati didirikan sekitar tahun 2002 Wiradian Wilami,  seorang bhakta sai Baba Beragama Kristen menyumbang bahan material gedong atas petunjuk Sai Baba, kemudian yang bersangkutan kembali kepangkuan Hindu yang di sudiwadani oleh Ida Bhagawan Dwija. Dan saat ini juga masih aktif dalam berbagai kegiatan keagamaan termasuk menjadi pengurus Peradah Kota Bontang.

Sementara Ida Pandita Dukuh Acarya Daksa mengungkapkan bahwa pemujaan Dewi Saraswati atau Brahma sangat langka di dunia.  Kemungkinan ini adalah arca Saraswati tertua di Indonesia. Jika dilihat dari bentuknya maka jelas sekali arca ini mendapat pengaruh india sangat kuat. Bentuk Wina atau sitar mencirikan India, namun mahkotanya ada yang berpandangan pengaruh Thailand. Sekitar Bulan Januari 2010 ada seorang yogi yang ingin sekali singgah di Bontang karena suatu fibrasi yang amat kuat yang memancar dari Kota ini.  Hal ini menjadi sangat menarik bagi para pencari spiritual jika bertirta yatra  ke Kalimantan Timur tidak lengkap rasanya jika tidak tangkil di pura buana Agung Bontang, dimana Dewi Saraswati telah menunggu anda.

B. SARASWATI UNTUK BUANA ALIT

Piodalan Saraswati yang jatuh pada sabtu umanis Watugunung, tanggal 27 Pebruari 2010 yang baru saja kita rayakan merupakan kegiatan rutin yang dilakukan oleh seluruh umat Hindu di Indonesia. Ada suatu kesan  kegiatan ini sebagai rutinitas yang dilakukan umat hindu, sehingga menimbullkan kejenuhan bagi mereka yang kurang memahami dan menghayati makna saraswati.  Dari waktu ke-waktu kita selalu diingatkan akan symbol Dewi saraswati, tetapi hanya sedikit yang mencoba memberikan ruang bagi kehadiran Dewi Saraswati untuk hadir mengisi ruang-ruang kosong dihati para bhakta. Nyasa yang ada dalam Pura Buana agung hendaknya direnungkan kedalam pura yang ada di buana alit.

Sarawasti adalah pengetahuan itu sendiri. Pengetahuan adalah modal bagi penciptaan, karena itu Brahma sebagai Sang Maha Pencipta tak dapat dipisahkan dari saktinya Dewi Saraswati. Penciptaan mustahil terjadi tanpa pengetahuan. Hal Ini juga tersirat dalam kidung Saraswati karya bapak  Wayan Sukayasa, dosen UNHI Denpasar. “Saking padma metu bhuana cihnan ibu mangutpetti….” (dari padma lahirlah alam sebagai tanda adanya penciptaan). Dari kutipan Kidung Saraswati ini nampak jelas  bahwa Dewi Saraswati yang yang selama ini populer sebagai Dewi Ilmu Pengetahuan adalah dari mana alam ini lahir.  Ia adalah ibu kosmis bagi alam semesta dan segala isinya. Ibu yang selalu penuh kasih yang akan ada selamanya, yang kasihnya selalu penuh tak pernah berkurang walaupun dibagi untuk seluruh penghuni alam.

Karena kasihnyalah pengetahuan ada” …Saking Wedadi metu kawruh…” (dari Weda lahirlah Pengetahuan).  Pengetahuan adalah pelenyap kegelapan atau awidya. Para Widya dan apara widya adalah sarana manusia untuk mencapai  Jagadhita dan Moksa. Keduanya haruslah serasi dan selaras agar kehidupan menjadi indah. Hidup menjadi indah bila seseorang memiliki pengetahuan.  Tentang keunggulan Ilmu pengetahuan dalam Parwa Tantri Kamandaka disebutkan : ”……..wenang ika makadona wisudhina brahmana pitwi. Mwang ikang kawijayan sang Prabu (Dapat dijadikan sarana untuk mewisuda seorang brahmana sekalipun, juga untuk keberhasilan seorang raja).  Dalam Kidung Tantri disebutkan pula bahwa isi dan Tantri adalah ajaran Tantra dan Niti sastra. Dua ajaran pokok inilah yang merupakan permata dalam Cerita Tantri, yang hanya dapat diperoleh jika seseorang berusaha menyelam dan terus mencarinya dalam lautan Sastra.

Penderitaan disebabkan oleh kotoran batin atau mala. Mala dibersihkan dengan japa “…saking genitri metu japa cihnan ibu nyomya lara…” dari genitri lahirlah japa tanda Dewi saraswati melenyapkan penderitaan. 108 butir genitri yang melambangkan 108 unsur alam semesta dan juga angka tertinggi dalam samkhya (1+8=9) merupakan angka sakral yang mengandung nilai magis didalamnya. Angka satu dapat diartikan Esanya Hyang Widdhi, angka delapan adalah sifat kemahakuasaan beliau atau Asta Iswarya. Sedangkan angka Sembilan adalah Sembilan sinar suci perwujudan Tuhan atau Nawa Dewata. Setelah alam semesta lenyap maka yang ada hanyalah Tuhan dalam keadaan Nir (angka nol) Angka nol angka yang sangat misterius dan unik, berapapun dikalikan nol maka hasilnya tetap nol.

C. Ruangan Istimewa untuk Dewi Saraswati

Nol mengacu pada kosong, kosong adalah ruang yang bisa disi. Yang terisi tak dapat diisi lagi. Cangkir yang penuh dengan air tak dapat tuangi air lagi. Pikiran yang penuh dengan pengetahuan usang tak dapat menerima yang baru, karena itu haruslah dikosongkan. Hati yang penuh ego tak dapat diisi dengan kasih semesta, bulir padi yang terkontaminasi hama belalang (walang sangit), tak dapat berisi butiran beras didalamnya. Nol adalah ruang, ruang adalah juga pemisah, pemisah yang baik dari si buruk.

Ayam tak dapat memisahkan makanan dari lumpur tetapi angsa dapat melakukannya. Demikian pula ketika ego (rajas) terpelihara mengalahkan sattwam seseorang tak dapat bijaksana. Ia menderita bukan karena orang lain, tetapi karena bersarnya ego dalam dirinya sehingga tak ada pengetahuan baru yang boleh masuk. Jika demikan yang terjadi maka tertutuplah pintu pengetahuan baginya maka Dewi Saraswati tak memilki ruang yang cukup untuk tinggal didalam hatinya.  Harusnya kita menangis  karena gedung hati kita penuh dengan ego yang menutupi kecerdasan pikiran dan dan kelembutan kasih semesta.

Seseorang tak bisa menjadi cerdas hanya karena menumpuk buku setiap piodalan saraswati tanpa membacanya berulang kali, menelaah, memahami dan menghayatinya.  Piodalah saraswati adalah pengingat agar setiap manusia meningkatkan kecerdasannya. Kecerdasan beriringan dengan kesucian, kesucian adalah pengantar bagi kecerdasan pikiran. Kecerdasan dan yang dibarengi kesucian ibarat ruang dalam balon yang  elastisnya tak terbatas yang selalu siap untuk diisi. Jadi cukup satu langkah kuasai ego agar Dewi saraswati memiliki ruang memancarkan sinar pengetahuan dimana biji-biji kebijaksanaan dapat tumbuh dengan subur.

D. Sebarkan Biji-Biji kesadaran

Om Brahma Putri Mahadewi
Ledang Hyang Ibu malingga
Maring Padma Hredayan Ingsun
Lugra yang Ingsung ngastawa
Ngawacen nyakalayang sastra
maka sadhana ning lepas
luput saking kali sanghara
setata eling ring diri

Kalimat Eling ring diri dalam bait kidung diatas  adalah permohonan karena manusia waswas, jika sampai tidak eling. Ini adalah sebuah permohonan agar biji-biji spiritual tetap terjaga dari waktu-kewaktu. Orang bisa saja menanam biji kesadaran tatapi belum tentu bisa menjaganya  dari hama egoisme dan gulma keserakahan. Satu kutipan yang amat menarik yang penuh dengan makna. Seorang bahkta tidak memohon untuk hal-hal duniawi, ia hanya meminta “Jagalah pohon kesadaran agar selalu tumbuh”, sebab tidak ada yang lebih berharga dari sejuknya pohon kesadaran bagi tempatnya bernaung dari panasnya terik matahari ego dan nafsu-nafsu duniawi.

Menjaga pohon kesadaran bukanlah hal yang mudah, kita berusaha tapi hasilnya adalah rahasia. Terkadang seseorang jatuh tersandung ketika berusaha merawatnya, terkadang terkena duri gulma ketika membersihkannya. Karenanya jaganlah tertawa girang ketika melihat seseorang jatuh, mungkin suatu saat anda mengalaminya. Renungkan setiap kejadian yang menimpa pada diri kita, jangan berusaha mencari kambing hitam atas permasahan kehidupan yang kita hadapi. Umat Hindu harus cerdas dan suci inilah yang landasan yang akan mengantarkan manusia pada jagahita dan moksa. Wujudkan Bhakti dengan Japa untuk kesucian, kesucian untuk kecerdasan berfikir (wiweka), wiweka untuk mencapai moksa. Wrhaspati Tattwa menjelaskan sebagai berikut:
”Ikang kinahan dening samyajnana, sira ta rasika lewih, apan sira umangguhaken kamoksan, tan pangjanma muwah, kinahan dening Cadusakti, ya ta sinangguh teka ring janmawasana ngaranya, umulih ring siwapada, Cetana nira satmaka lawan Bhatara”. (Orang yang memiliki pengetahuan yang benar sangat utama, karena ia mencapai moksa, tidak menjelma kembali, dan mendapat empat kekuatan. Ia disebut Janmavasana, sampai pada akhir kelahiran. Ia kembali ke alam Siwa. Kesadarannya menyatu dalam Tuhan).

Om Saraswati Dewi sarwa widya nugrahakam ya namah

Om Santih, santih, santih Om

Angin Puting Beliung Porak Porandakan Ambuau


Bandhu dan ajik

Om Swastyastu

Angin puting beliung porak porandakan Desa Ambuau Indah Kecamatan Lasalimu Selatan Kabupaten Pasarwajo Sulawesi Tenggara. Angin Puting Beliung yang terdahsyat melanda pusat pasar bergerak kearah timur laut dan berakhir di danau Togo Motono. Sekitar 40 rumah warga di Ambuau rusak berat. I Putu Wibawa astawa yang menghubungi kami via HP mengungkapokan angin puting beliung terjadi pada hari senin tanggal 29 Maret 2010 sekitar pk. 12.00. Sampai tulisan ini dimuat belum ada laporan korban jiwa. Namun penduduk yang tertimpa musibah telah mendapat bantuan dari Bupati Pasarwajo berupa mie instan, telor dan beras.

Menurut saksi mata angin bergerak seperti pusaran dan mengangkut material rumah hingga ratusan meter. Rumah terakhir yang terkena angin Puting Beliung adalah keluarga Hindu I Putu Wibawa Astawa, yang nyaris anak balitanya (I Komang Sindhu)  tertimpa rumah yang ambruk, astungkara sang ibu segera melarikan si bayi yang akhirnya selamat.

Walaupun tidak ada keluarga yang luka-luka namun anggota keluarga masih syok dengan bencana tersebut. Semoga Pemerintah Pasar Wajo dan Sulawesi tenggara memperhatikan bantuan kepada warga yang terimpa bencana guna meringankan beban mereka.

Om santih, santih, santih Om